Friday, December 11, 2009

Model Anomali Magnetik Daerah Potensi Pasir Besi di Pantai Pabiringa, Kabupaten Jeneponto

ARYADI NURFALAQ

FISIKA FMIPA UNM

Logam besi merupakan bahan baku penting yang memasuki hampir seluruh industri selama berabad-abad hingga sekarang. Pada saat ini, besi dipakai sebagai bahan dasar untuk konstruksi beton bangunan, jembatan dan juga peralatan transportasi seperti kereta api, mobil, sepeda motor dan lain-lain. Selain sebagai bahan baku dalam industri baja, pasir besi juga dapat digunakan sebagai bahan campuran semen, bahan dasar tinta kering (toner) pada mesin fotokopi dan printer laser.

Metoda geofisika merupakan metoda yang cukup ampuh untuk memetakan sumber daya alam tersebut di bawah permukaan bumi. Beberapa metoda geofisika yang telah banyak digunakan untuk ekplorasi sumber daya alam misalnya, seismik, gayaberat, geolistrik dan magnetik. Dalam penelitian ini eksplorasi yang akan digunakan adalah eksplorasi magnetik (geomagnet). Metode geomagnet ini didasarkan pada pengukuran variasi medan magnetik di permukaan bumi yang disebabkan adanya benda termagnetisasi di bawah permukaan bumi.

Data pengukuran dapat menginformasikan sifat fisis batuan dan geometri batuan bawah permukaan beserta posisi kedalamannya. Informasi itu hanya bisa kita dapat bila kita mengetahui hubungan antara sifat fisis tersebut dan data observasi, dan hubungan keduanya selalu berupa persamaan matematika (model matematika). Maka dengan berdasarkan model matematika itulah, kita dapat memperoleh informasi sifat fisis batuan bawah permukaan beserta posisi kedalamannya dari data observasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi anomali magnetik pada daerah potensi pasir besi di Pantai Tamarunang, Kab. Jeneponto dengan metode geomagnet dan untuk mendapatkan model penyebab anomali magnetik pada Daerah Potensi Pasir Besi di Pantai Tamarunang, Kab. Jeneponto.

METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian ini adalah di Pantai Tamarunang, Kab. Jeneponto. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan dua set magnetometer jenis Alphalab magnetometer dan DC miligauss magnetometer. Di setiap titik pengukuran didapatkan nilai medan magnetik total.

Hasil pengukuran magnetometer berupa penjumlahan dari medan magnet bumi utama yang dibangkitkan oleh outer core dan dihilangkan dengan koreksi IGRF, variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan variasi kerentanan magnet batuan, medan magnet remanen yang merupakan sasaran survey geomagnetik, dan variasi harian akibat aktivitas matahari yang dihilangkan dengan koreksi variasi harian. Persamaan yang digunakan adalah

T = Tobs TIGRF ± Tvh …(1)

dimana : Tobs = medan magnetik total yang terukur oleh magnetometer

TIGRF = medan magnet teoritis berdasarkan IGRF pada stasiun Tobs

Tvh = koreksi medan magnet akibat variasi harian

Peta medan magnetik total masih mencerminkan efek lokal yang sangat dangkal (residual) sampai pada efek regional. Dalam penginterpretasiannya masih sangat sulit dilakukan karena karakter data magnetik yang dipengaruhi oleh inklinasi dan dipol magnetik. Untuk itu dilakukan pemisahan medan residual dan medan regional dengan menggunakan persamaan

Penafsiran data anomali magnetik dilakukan secara kualitatif yaitu dengan menganalisa peta kontur anomali medan magnet total dengan hasil yang diperoleh berupa lokasi benda penyebab anomali magnetik berdasarkan klosur kontur. Penafsiran data juga dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan forward modelling yaitu dengan memcocokkan kurva anomali lapangan dengan kurva model yang dilakukan secara iteratif. Penafsiran data dilakukan dengan bantuan Surfer dan Mag2DC.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1 memperlihatkan peta kontur penyebaran anomali medan magnetik total. Gambar ini juga menunjukkan bahwa terdapat penyebab anomali magnetik yang mengontrol peta anomali magnetik total, yaitu dengan terbentuknya klosur – klosur positif dan negatif. Hal ini dikarenakan sumber anomali magnetik masih berbaur antara sumber anomali yang dangkal dan yang dalam. Untuk memisahkan medan anomali yang dangkal dan yang dalam dilakukan dengan pemisahan medan anomali regional dan medan anomali residual dengan menggunakan Surfer8.

Hasil pemisahan medan regional dan medan residual dapat dilihat pada gambar 2 dan gambar 3.

Nilai anomali magnetik total pada daerah penelitian yang telah diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan bervariasi, mulai dari -4031 nT sampai dengan 665 nT. Bervariasinya nilai anomali magnetik total tersebut disebabkan karena adanya ketidakseragaman material bawah permukaan pada daerah penelitian. . Gambar 4.8 memperlihatkan peta kontur penyebaran medan magnetik total. Gambar ini juga menunjukkan bahwa terdapat penyebab anomali magnetik yang mengontrol peta anomali magnetik total, yaitu dengan terbentuknya klosur – klosur positif dan negatif. Hal ini dikarenakan sumber anomali magnetik masih berbaur antara sumber anomali yang dangkal dan yang dalam.

Peta kontur medan residual pada daerah penelitian, memperlihatkan bahwa harga medan residual bervariasi antara -276 nT sampai 341 nT. Variasi nilai medan residual ini dibagi ke dalam anomali magnetik negatif (≤ 0 nT) dan anomali positif (> 0 nT). Anomali magnetik negatif ditafsirkan berkaitan dengan batuan yang bersifat nonmagnetik (diamagnetik) seperti batuan sedimen (alluvium), batuan lapuk atau batuan yang terubahkan seperti lempung, lumpur, dan pasir kerikil yang memiliki suseptibilitas kecil. Anomali magnetik positif, diperkirakan berkaitan dengan batuan yang relatif bersifat sedikit magnetis (paramagnetik) yang berasal dari hasil rombakan batuan gunungapi berupa batuan beku yang telah mengalami pelapukan atau alterasi tingkat sedang sampai tinggi, seperti batuan breksi vulkanik yang telah mengalami proses mineralisasi sehingga mengandung mineral-mineral oksida besi seperti magnetit yang kemudian dengan media transportasi air terbawa kemudian terendapkan membentuk endapan pasir besi yang mengandung mineral – mineral seperti magnetit.



Model penyebab anomali magnetik pada profil A, B, C dan D yang dibuat dengan menggunakan Software Mag2dc, dimana parameter inputnya adalah inklinasi, deklinasi dan suseptibilitas. Pada daerah penelitian ini harga inklinasi dan deklinasi berturut – turut -28,57o dan 1,67o. Besarnya suseptibilitas yang diinput adalah 0,1 – 0,2 yang berada pada rentang 0,1 – 20,0 dimana ini merupakan suseptibilitas dari magnetit (tabel 1).

Hasil pemodelan memperlihatkan bahwa benda penyebab anomali magnetik pada keempat profil tersebut umumnya membentuk berupa lapisan – lapisan yang diperkirakan terdiri oleh material yang mengandung oksida besi seperti magnetit yang berasal dari rombakan batuan gunungapi yang terbawa oleh aliran sungai sampai pada muara sungai, kemudian oleh kinerja gelombang laut mineral – mineral yang mengandung besi terakumulasi sehingga terbentuk endapan yang terdiri dari mineral – mineral besi magnetit dan hematit pada kedalaman sekitar 1 m hingga 7 m dengan konsentrasi yang bervariasi. Ini terlihat dari harga suseptibilitas yang bervariasi dari 0,1 – 0,2.

Proses perombakan itu sendiri terjadi akibat dari pelapukan batuan yang umumnya terjadi karena proses alam akibat panas dan hujan membuat butiran mineral terlepas dari batuan, dimana untuk endapan pasir besi umumnya terdiri dari mineral-mineral magnetit, ilmenit, hematit, titanomagnetit dan mineral lainnya yang secara umum berasal dari batuan gunungapi. Media transportasi endapan pasir besi pantai antara lain adalah aliran air sungai dan gelombang arus air laut.

KESIMPULAN

Berdasarkan interpretasi medan residual di daerah penelitian dapat diklasifikasikan :

· Anomali negatif (≤ 0 nT) ditafsirkan berkaitan dengan batuan yang bersifat non magnetik (diamagnetik) seperti batuan sedimen, batuan lapuk (lempung, lumpur, dan pasir kerikil).

· Anomali positif (> 0 nT) yang tafsirkan berupa batuan yang relatif bersifat paramagnetik yang berasal dari hasil rombakan batuan gunungapi berupa batuan beku yang telah mengalami pelapukan seperti batuan breksi vulkanik yang telah mengalami proses mineralisasi sehingga mengandung mineral-mineral oksida besi seperti magnetit yang kemudian terbawa air dan terendapkan di sekitar pantai.

Berdasarkan model penyebab anomali magnetik di daerah penelitian, terdapat sumber anomali magnetik yang diperkirakan berupa batuan beku yang telah mengalami pelapukan dan mineralisasi berupa mineral logam besi dan paduan besi sehingga mengandung oksida – oksida besi (magnetit) yang terendapkan di sekitar pantai yang berbentuk lapisan – lapisan dengan konsentrasi yang bervariasi pada kedalaman sekitar 1 m hingga 7 m.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Reza. 2008. Eksplorasi Bijih Besi (Iron Ore) Menggunakan Metode Magnetik. Pontianak : UNTAN

Anonim. 2007. Jenis Tanah (Online), (www.nunukan.go.id, November 2007)

Anonim. 2008. Jenis/Macam Tanah di Indonesia (Online), (www.organisasi.org, Februari 2008).

Anonim. 2009. Dari Mana Asal Medan Magnet Bumi (Online), (www.forumsaina.com, April 2009)

Arsyad, Muhammad. 2002. Pengetahuan Tentang Bumi. Makassar : UNM

Blakely, Richard J. 1995. Potential Theory in Gravity & Magnetic Application. Cambrigde : Cambrigde University Press

Giancoli, Douglas C. 1998. Fisika Edisi Kelima. alih bahasa oleh Yuhilza Hanum dan Irwan Arifin. 2001. Jakarta : Erlangga

Herman. 2009. Pemetaan Potensi Pasir Besi Di Pantai Saro’ Kabupaten Takalar Dengan Metode Geomagnet. Skripsi FMIPA UNM. Makassar

Kartasaputra, Kusdinar. 2008. Metode Survei Geofisika (Online), (Karta Corp, 2008)

Lowrie, William. 2007. Fundamental of Geophysics second Edition. Cambrigde : Cambrigde University Press

Meju, A Max. 1994. Analisis Data Geofisika : Memahami Teori Inverse. Diterjemahkan oleh Supriyanto. 2007. Depok : Departemen Fisika FMIPA Universitas Indonesia

Milsom, John. 2003. Field Geophysics : The Geological Field Guide Series Third Edition. England : John Wiley & Sons Ltd

Moe’tamar. 2008. Eksplorasi Umum Pasir Besi di Daerah Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan. Proceeding Pemaparan Hasil-Hasil Kegiatan Lapangan dan Non Lapangan Tahun 2008. Makassar : Pusat Sumber Daya Geologi

Nurhakim. 2006. Teknik Eksplorasi. Banjar Baru : Teknik Pertambangan FT UNLAM

Prahasta, Eddy. 2008. Model Permukaan Dijital. Bandung : Informatika

Refrizon. 2004. Interpretasi Data Magnetik Desa Sokoagung Kecamatan Begelen Purworejo Jawa Tengah dengan Metode Transformasi Reduksi ke Kutub Magnet Bumi. Jurnal Penelitian UNIB, Vol. X, No. 2, Juli 2004 Hlm. 98-104. Bengkulu : UNIB

Santoso, Djoko. 2002. Pengantar Teknik Geofisika. Bandung : ITB

Untung, M. 2003. The Core – Berjalan – Jalan ke Inti Bumi (Online), (www.iagi.net, April 2003).

www.jeneponto.go.id

4 comments:

  1. Kapan di' saya punya kesempatan ngukur metoda geofisika di kampungku sendiri...hehehe...ibu saya asalnya dari jeneponto, dan walaupun melenceng pekerjaannya, geophysics is still in my blood...salam kenal cess...!!!

    ReplyDelete
  2. salam kenal jg dri sy, kpn aja boleh ngukur metode geofisika d jeneponto, banyak yg bisa d eksplorasi d sana pake metode geofisika.

    ReplyDelete
  3. bisa minta tolong ga mas..? saya lagi bikin pemodelan mag2dc daerah perairan sumatera bagian utara tepatnya daerah tebingtinggi

    ReplyDelete